Posted by : Unknown November 28, 2016

Equation-media.com


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Pada mulanya, kajian tentang komunikasi, apalagi ilmu komunikasi adalah sesuatu yang tak pernah ada dalam khazanah ilmu pengetahuan. Ketika pada mulanya semua masalah manusia masih dalam kajian filsafat, maka komunikasi selain tidak pernah terpikirkan atau belum dipikirkan oleh manusia (Bungin, 2006: 3).
            Secara Filosofis, komunikasi merupakan awal adanya kehidupan. Karena tanpa komunikasi, tidak ada kehidupan. Seorang ibu yang baru melahirkan bayi, misalnya, secara langsung ia melakukan komunikasi melalui usapan tangan yang lembut, ciuman di pipi sang bayi, dan seterusnya sehingga terjadi hubungan ibu dengan anak. Ungkap Nasrudin (2015, dalam Laksana, 2015).
            Pertanyaanya adalah apakah dalam masyarakat modern saat ini kita bisa lepas dari pengaruh media massa? Ketika kita mendiskusikan sebuah topik aktual, bisakah topik tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan berita-berita yang disajikan koran, televisi, radio, atau internet? Apakah seorang dosen dalam mengajar bisa lepas dari sebuah buku? Apakah kita tidak pernah sedikitpun tidak pernah melihat televisi atau mendengarkan siaran radio? Tidak terkecuali tanyakan pula, dari mana umumnya anak-anak mengenal presidennya? Misalnya dari gurunya, lalu gurunya mengenal presiden tersebut dari mana? Jawabannya tentu dari buku atau media massa lain.
            Menurut Nurudin (2007: 2), komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap mereka.



2.      Rumusan Masalah
            Agar pembuatan makalah ini tidak terlalu kompleks maka dirumuskan masalah yaitu seabagai berikut:
1)      Apa itu Komunikasi?
2)      Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Massa?
3)      Apa itu Cultural Imperealism Theory?
4)      Apa itu Media Equation Theory?

3.      Tujuan
            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1)      Untuk memenuhi tugas mata kuliah teori komunikasi
2)      Mengetahui teori-teori dalam komunikasi massa
3)      Memperluas ilmu pengetahuan tentang komunikasi massa
4)      Dapat memahami teori komukasi massa

4.      Manfaat
            Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:
1)      Makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah teori komunikasi
2)      Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua yang membacanya
3)      Agar dapat membantu kita mengetahui tentang teori komunikasi massa



BAB II
PEMBAHASAN
            Manusia adalah mahluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan mahluk Tuhan lainya. Manusia juga diciptakan sebagai mahluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial (Bungin, 2006: 25). Adapun sebagai mahluk individu dan sosial, manusia merupakan mahluk yang unik sebagai perpaduan antara aspek individu sebagai perwujudan diri sendiri dan mahluk sosial sebagai anggota kelompok masyarakat (Laksana, 2015: 1).
            Manusia adalah mahluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya (Bungin, 2006: 25). Di samping itu, sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya dan peristiwa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia untuk berkomunikasi, ungkap Muhibudin Wijaya Laksana (2015: 1).
            Komunikasi sangat dibutuhkan oleh manusia yang merupakan mahluk sosial dalam melakukan interaksi dengan lainya, karena tentunya disetiap kesempatan ternyata kita sangat membutuhkan komunikasi untuk membantu kita dalam memahami orang lain seperti apa kebutuhan dan keinginan orang lain lalu digunakan untuk kepentingan bersama. Menurut Endin Nasrudin (2015, dalam Laksana, 2015), “secara filosofis, komunikasi merupakan awal adanya kehidupan. Karena tanpa komunikasi, tidak ada kehidupan”.



A.    Definisi Komunikasi
            Secara bahasa, kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin, “comunis”, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya “communis” adalah “communico” yang artinya adalah berbagi (Stuart, 1983, dalam Verdiansyah, 2004: 3). Dalam literatur lain disebutkan komunikasi juga berasal dari kata “communication” atau “communicare” yang berarti membuat sama.
            Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya (Laksana, 2015: 25). Pakar komunikasi lain, Joseph A. Devito mengemukakan komunikasi sebagai transaksi. Transaksi yang dimaksud adalah bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana komponen-komponennya saling terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan elemen lain (Suprapto, 2006: 5).
            Komunikasi sebagaimana yang didefinisikan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver (dalam Zamroni, 2009: 4), merupakan penyampaian informasi, ide, perasaan (emosi), keahlian, dan sebagainya, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, bentuk, grafik, dan sebagainya.
            Sementara menurut Onong Uchyana (2002: 11), komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.
            Maka komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan yang trampil dari manusia. Menurut Porter dan Samovar (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2006: 12; Sihabudin, 2011: 14), hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia, yang tidak berkomunikasi akan terisolasi.
            Pesan-pesan itu muncul lewat perilaku manusia. Ketika kita melambaikan tangan, senyum, bermuka masam, menganggukan kepala atau memberi suatu isyarat, kita juga sedang berperilaku. Perilaku ini merupakan pesan: pesan-pesan itu digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang (Sihabudin, 2011: 14).



B.     Komunikasi Massa
            Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa seperti: televisi, radio, internet, majalah, koran, tabloid, buku, dan film, ungkap Nurudin (2007: 4).
            Menurut Bittner (1980), komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan pada sejumlah orang. Meletzke mendefinisikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pertanyaan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar (dalam Laksana, 2015: 114).
            Komunikasi massa merupakan tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi (Wuryanto, 2000: 33; dalam Laksana, 2015: 114).
            Menurut Rahmat (2003), definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980), “komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan pada sejumlah orang”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa berujuk pada “pesan” (dalam Laksana, 2015: 114).
            Maka, komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas (Bungin, 2006: 71). Dengan subjeknya adalah manusia dan objeknya adalah massa.


1)       
C.    Cultural Imperealism Theory
            Teori ini pertamakali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini merupakan Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia.
            Apa itu budaya?
            Menurut Sugiarti dan Trisakti Hndayani, kata “budaya” pun merupakan perkembangan majemuk dari budi daya, yang berarti daya dari budi. Berdasarkan pengertian tersebut, dibedakan antara budaya yang berarti daya dan budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa (dalam Abidin dan Saebani, 2014: 37). Maka, budaya adalah hasil karya berupa cipta, karsa dan rasa manusia.
            Herb Schiller, media massa negara Barat mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga, sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam persepektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga (dalam Nurudin, 2007: 175).
            Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto, dan lain lain. Mengapa mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Bahkan media Barat sudah dikembangkan secara kapitalis. Dengan kata lain, media massa Barat sudah dikembangkan menjadi industri yang mementingkan laba.
            Kedua, mereka mempunyai teknologi. Teknologi modern yang mereka miliki memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan, dan seolah nyata. Jika anda pernah menyaksikan film Titanic, ada kesan kapal Titanic tersebut benar-benar ada, padahal itu semua tidak ada. Bahkan ketika kapal tersebut menabrak gunung es dan tenggelam, para penumpang kapal itu seperti berenang di laut lepas, padahal semua itu semu belaka. Semua sudah bisa dikerjakan dengan teknologi komputer yang menyerupai kejadian nyata. Semua itu bisa diwujudkan karena negara Barat mempunyai teknologi modern.
            Negara dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut. Sebab, membeli produk jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membuatnya sendiri. Berapa banyak media massa Indonesia yang setiap harinya mengakses media massa Barat atau kalau berita dari kantor berita Barat. Setiap hari koran-koran di Indonesia berlomba-lomba untuk menampilkan tulisan dari kantor berita asing. Bahkan, foto demonstrasi di Jakarta yang seharusnya bisa difoto oleh wartawan Indonesia sendiri justru berasal dari kantor berita AFP (Prancis). Sesuatu yang sulit diterima, tetapi nyata terjadi.
            Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang melihat media massa di negaranya akan menikmati sajian-sajian yang berasal dari gaya hidup, kepercayaan, dan pemikiran. Kalau kita menonton film Independence Day, saat itu kita belajar tentang bangsa Amerika dalam menghadapi musuh atau perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai kemerdekaan. Berbagai gaya hidup masyarakat, kepercayaan, dan pemikiran orang Amerika ada dalam film itu. Mengapa bangsa di dunia ketiga ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat? Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia ketiga.
            Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa dikatakan sebagai imperialisme budaya Barat. Imperialisme itu dilakukan oleh media massa Barat yang telah mendominasi media massa dunia ketiga.
            Salah satu yang mendasari munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir, apa yang dirasakan, dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka cenderung mereaksi apa saja yang dilihatnya di televisi. Akhirnya, individu-individu tersebut lebih senang meniru apa yang disajikan televisi. Mengapa? Karena televisi menyajikan hal baru yang berbeda dengan yang biasa mereka lakukan.
            Teori ini juga menerangkan bahwa ada satu kebenaran yang diyakininya. Sepanjang negara dunia ketiga terus-menerus menyiarkan atau mengisi media massanya dari media Barat, orang-orang dunia ketiga akan selalu percaya apa yang seharusnya mereka kerjakan, pikirkan, dan rasakan (Nurudin, 2007: 177). Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari kebudayaan Barat.
            Teori imperialisme budaya ini pun tidak lepas dari kritikan. Menurut Nurudin (2007: 177) teori ini terlalu memandang sebelah mata kekuatan audience di dalam menerima terpaan media massa dan menginterpretasikan pesan-pesannya. Ini artinya, teori tersebut menganggap bahwa budaya yang berbeda (yang tentunya lebih maju) akan selalu membawa pengaruh peniruan pada orang-orang yang berbeda budaya. Namun yang jelas, terpaan yang terus-menerus oleh suatu budaya yang berbeda akan membawa pengaruh perubahan, meskipun sedikit.



D.    Media Equation Theory
            Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Byron Reeves dan Clifford Nass (profesor jurusan komunikasi Stanford, Amerika) dalam tulisannya The Media Equation: How People Treat Computers, Television, and New Media Like Real People and Places pada tahun 1996. Teori ini relatif sangat baru dalam dunia komunikasi massa.
            Teori persamaan media ini ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan secara otomatis merespons apa yang dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia. Menurut asumsi teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face (dalam, Nurudin 2007: 178). Misalnya, kita berbicara (meminta pengolahan data) dengan komputer seolah-olah komputer itu manusia. Kita juga menggunakan media lain untuk berkomunikasi. Bahkan kita berperilaku secara tidak sadar seolah-olah media itu manusia.
            Dalam komunikasi interpersonal, misalnya manusia bisa belajar dari orang lain,  bisa diminta nasihat, bisa dikritik, bisa menjadi penyalur kekesalan atau kehimpitan hidup. Apa yang bisa dilakukan pada manusia ini bisa dilakukan oleh media massa (Nurudin, 2007: 179). Dalam media cetak misalnya, kita pun bisa meminta nasihat masalah-masalah yang sesuai, kita pun bisa mencari jodoh melalui media, rubik jodoh misalnya. Kita bisa tertawa, sedih, iba terhadap apa yang disajikan media. Menurut Nurudin (2007: 179), intinya, layaknya manusia media bisa melakukan apa saja yang dikehendaki individu bahkan bisa jadi lebih dari itu.
            Dalam proses interaksi sosial dikatakan bahwa orang-orang cenderung dekat dan menyukai satu sama lain karena terjadinya kesamaan, misalnya kesamaan kebutuhan, kepercayaan, status sosial, perasaan senasib, dan lain-lain. Para penonton televisi pun cenderung melihat acara-acara televisi yang bisa memenuhi kebutuhannya atau bahkan mereka menonton televisi dengan alasan kurang kuat karena ada persamaan kepercayaan. Sekedar contoh misalnya, penonton dari kalangan Islam tentunya akan enggan menonton acara masak-memasak di televisi  dengan bahan utamanya daging babi. Hal demikian akan berbeda dengan penganut agama lain yang tidak mengharamkan daging babi. Artinya, orang-orang menggunakan televisi atau komputer tidak sekedar peralatan saja, tetapi ada faktor sosial.
            Teori ekuasi media menemukan kebenarannya jika digunakan untuk mengamati aktivitas di dalam perpustakaan. Banyak perpustakaan yang saat ini memanfaatkan komputer. Suatu fakta yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Jika sebelumnya kita mencari katalog secara manual misalnya dengan mencari daftar singkat mengenai sebuah buku di laci kecil perpustakaan dan jika bingung kita bingung akan bertanya pada petugas perpustakaan. Saat ini semua itu sudah diatasi dengan komputer yang disediakan di perpustakaan. Komputer akan menjawab semua persoalan kita yang berhubungan dengan perpustakaan secara umum dan buku yang disediakan secara khusus.
            Intinya, teori ini memaparkan bahwa pada zaman modern ini, di mana media massa kita gunakan tiap hari dan tidak mungkin tidak menggunakan. Bahwa banyak yang dapat berinteraksi dengan media massa layaknya berkomunikasi dengan manusia lain atau komunikasi interpersonal.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
            Manusia adalah mahluk sosial, manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya (Bungin, 2006: 25). Secara Filosofis, komunikasi merupakan awal adanya kehidupan. Karena tanpa komunikasi, tidak ada kehidupan (Nasrudin, 2015; dalam Laksana, 2015). Maka komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan yang trampil dari manusia.
            Sedangkan komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas (Bungin, 2006: 71). Dengan subjeknya adalah pesan dan objeknya adalah massa.
            Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia. Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto, dan lain lain. Dalam persepektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga (Schiller dalam Nurudin, 2007: 175).
            Teori persamaan media, menurut asumsi teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face (dalam, Nurudin 2007: 178). Intinya, teori ini memaparkan bahwa pada zaman modern ini, di mana media massa kita gunakan tiap hari dan tidak mungkin tidak menggunakan. Bahwa banyak yang dapat berinteraksi dengan media massa layaknya berkomunikasi dengan manusia lain atau komunikasi interpersonal.



 DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf Zainal dan Saebani, Beni Ahmad, 2014. Pengantar Sistem Sosial    Budaya di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.
Bungin, Burhan, 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus     Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana.
Effendy, Onong Uchyana, 2002. Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:            Remaja Rosdakarya.
Laksana, Muhibudin Wijaya, 2015. Psikologi Komunikasi: Membangun      Komunikasi yang Efektif dalam Interaksi Manusia, Bandung: Pustaka   Setia.
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin, 2006. Komunikasi Antarbudaya.          Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suprapto, Tommy, 2006. Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta: Media            Pressindo.
Vardiansyah, Dani, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi,     Bogor: Ghalia Indonesia.

{ 1 komentar... read them below or add one }

Yang nggak komen istrinya brewokan! :v

Instagram

- Copyright © 2013 Blog Zqyu White - Hataraku Maou-sama! - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -